Conheça também

0

Peran Penting Akal Dan Iman Dalam Konsep Agama Islam

Rabu, 28 Desember 2011.

Berbicara tentang kedua objek ini sangatlah menarik dan penting untuk di perbincangkan, kenapa? karna pada dasarnya sumber kekuatan manusia itu terdapat pada kedua objek ini, peran penting akal dalam konsep agama, ikatan antara akal dan agama adalah pembahasan yang cukup mendetail dalam sejarah pemikiran manusia, khususnya menurut pemandangan Islam, banyak cabang yang di bahas didalamnya, salah satunya yaitu bagaimana ikatan antara akal dan iman? Masalah yang perlu dilontarkan dari objek tersebut yaitu ikatan antara akal dan iman; keduanya menyangkut tentang keyakinan kita terhadap Allah Swt. Apakah keimanan atau kepercayaan terhadap sesuatu harus dijelaskan melalui dalil akal dan akal memberikan peran penting di dalamnya? Atau merupakan hal yang sudah jelas sehingga tidak lagi memebutuhkan penjelasan dalil akal? atau keimanan berdiri di luar garis tatanan akal dan tidak saling terkait? Bagaimana hubungan antara akal dan syariat? pertanyaan-pertanyaan seperti diatas perlu kiranya untuk di telaah dan sebelumnya telah banyak diutarakan melalui acara diskusi, seminar dan media massa pada umumnya, apakah keyakinan beragama yang berasaskan iman merupakan hal yang masuk akal atau dalam bahasa globalnya rasionalitas? perbuatan yang selain itu bertentangan dengan rasio, jika apa yang kita sajikan tersebut tidak mampu mengklaim atau tidak mampu menetapkan keyakinan agama sesuai dengan akal, atau kita beragama hanya ikut-ikutan saja tanpa mencari kejelasan dan tidak memfungsikan akal kita? apakah itu benar?
“Keyakinan manusia terhadap Tuhan terdapat dalam jiwa manusia tanpa memerlukan dalil akal, begitupun sebaliknya” pendapat tersebut banyak menimbulkan pro kontra dari kalangan tokoh-tokoh dunia baik tokoh klasik maupun tokoh modern, lain lagi yang berpendapat bahwa akal dapat mengganggu ketenangan iman, oleh karenanya tidak ada hubungan antara akal dan iman, artinya iman akan di putar balikkan melalui dalil akal, sehingga dalil akal akan membahayakan keimanan bagi khalayak awam. Perbedaan pendapat seperti ini sadah menjadi hal yang sangat wajar, karna manusia di ciptakan dalam bentuk yang berbeda artinya kalau bentuk manusianya sudah berbeda  apalagi modal berpikirnya?.
Namun, sama-sama kita mengetahui bahwa salah satu kelebihan yang ada pada manusia dibanding dengan makhluk lainnya, jika manusia mengfungsikan akalnya. Banyak persoalan yang ada dalam konsep keagamaan diselesaikan melalui dalil akal. Disini akal terus berjuang mempertahankan haknya. Hubungan akal dan agama secara jelas, bahwa akal dan agama merupakan suatu pemberian Allah Swt yang keduanya menyampaikan manusia kepada suatu kesempurnaan. Dalam Al-quran Allah berfirman:
"Sesungguhnya kami turunkan alqur'an dengan bahasa arab supaya kamu memahaminya."
Dalam Islam akal sangatlah terkait hubungannya dengan iman, yakni melalui akalnya dia akan memahami agama karena akal adalah salah satu sumber syariat Islam. Ikatan keduanya akan menghantarkan manusia ke-jalan kebahagiaan. Dalam riwayat Imam Shadiq berkata: "Akal adalah dalil seorang mukmin dan petunjuk bagi orang mukmin."
Dalam riwayat lain disebutkan:
" Setiap yang berakal pasti memiliki agama. Dan yang mempunyai agama akan menghantarkan ia ke surga."
Dalam ayat dan riwayat di atas secara tegas Islam sangat mementingkan masalah akal.  Namun, ada beberapa pendapat dalam mazhab Islam yang satu dengan yang lainnya saling bertentangan dan ada pula yang mendukung fungsi dan peran akal. Diantaranya: Pendapat Ahlul Hadist ; penggunaan dalil-dalil rasionalitas (akal) dalam masalah keimanan dan agama adalah haram. Cukuplah perkara-perkara agama apa yang didatangkan oleh nabi. Akal tidak mampu menyingkap hukum-hukum Tuhan. Juga mereka berpegang kepada penafsiran yang nampak (dhahir) yang ada pada alqur'an, sehingga adanya pengertian tajsim atau tasybih pada zat Tuhan. Begitu pula mereka mengklaim bid'ah terhadap penafsiran dan takwil ayat-ayat alqur'an. Pendapat kaum Mu'tazilah ; penggunaan dalil-dalil rasionalitas yang sangat berlebihan. Pendapat Syiah Imamiyah untuk menyingkap hukum agama diperlukan dalil rasionalitas baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam Islam kita lihat bahwa ada sebagian hukum-hukum syariat yang secara rasional tidak bisa kita jelaskan, seperti: mengapa shalat zuhur empat rakaat dan shalat subuh dua rakaat. Dan dalam kategori lain sebagian hukum-hukum syariat dengan dijelaskan alasan dan tujuan dari hukum-hukum tadi berdasarkan dalil akal, contohnya: berdusta adalah perbuatan yang jelek (dalil akal), dikarenakan merugikan orang lain, riba dianggap sebagai perbuatan yang jelek dikarenakan tidak menjaga maslahat orang miskin, dan penguasaan kekayaan hanya berpihak pada orang-orang kaya, membantu orang lain dianggap sebagai perbuatan baik karena memberikan manfaat. Seorang mujtahid menetapkan hukum berdasarkan hukum akal, ketika hukum tersebut tidak kita temukan di dalam al-qur'an dan hadist serta ijma'. Melalui jalan ini dalil khusus tidaklah diketahui, juga dalil yang berasal dari nash yang shahih tidak dapat menetapkan (tidak ada nash). Akal memberikan hukumnya dalam bentuk ikhtiya (kehati-hatian), pemilihan, memberikan fatwa peniadaan segala bentuk yang berbahaya, dan lain-lain. Namun, kita percaya bahwa semua perbuatan pasti mempunyai tujuan, dan manfaat tersebut akan kembali pada manusia. Dalam syariat pun berlaku demikian. Kita berkeyakinan bahwa semua hukum Allah (termasuk hukum-hukum yang tidak diketahui manfaat dan tujuan oleh kita) memiliki tujuan dan bermanfaat bagi manusia. Bukan hanya tugas seorang ulama yang menemukan dengan melalui hasil ijtihadnya untuk menjelaskan hukum-hukum syariat tadi, juga tugas dari para pakar sains dan ilmuwan untuk menyingkap tujuan dari hukum-hukum tersebut. Para mujtahid bekerja sama dalam menyingkap hukum berdasarkan dalil-dalil yang didapat dari alqur'an dan hadist. Disini Islam menentang adanya penafsiran hukum-hukum syariat berdasarkan pendapat sendiri.
Batasan-batasan Akal ahli Ma'rifat mengatakan: akal untuk mengenal agama, adalah sesuatu yang lazim, akan tetapi itu tidaklah cukup. Karena apa yang akan dipahami, melebihi atas pemahaman ilmu usuli, apa yang disebut dengan penyaksian yakni di luar apa yang dipahami oleh akal. Begitu juga apa yang dapat kita rasakan langsung melalui perantara panca indera , setelah melalui proses uji coba, tidaklah memerluka dalil akal (burhan), akal hanya memberikan hukum general (kulli) terhadap permasalahan tersebut. Pembelaan Akal terhadap Agama Jika ditanyakan bahwa apakah permasalahan general (kulli) dan particular adanya pembelaan akal terhadap agama? Jawabannya adalah: terhadap masalah-masalah partikular, akal tidak berperan di dalamnya, dan tidak memerlukan dalil akal (argumentasi), juga terhadap masalah partikular alam, partikular syariat. Adapun sebaliknya terhadap masalah-masalah general alam dan syariat, adalah jalan untuk menggunakan dalil akal. Oleh karena itu, akal berperan penting dalam menggariskan hukum-hukum general agama dan syariat, juga hukum-hukum general alam, yakni setelah keberadaan Allah Swt kita yakini, dan Allah Swt dengan ilmu, kehendak, dan hikmah dan semua sifat kebaikan-Nya telah kita kenali, sehingga dapat dipahami bahwa Allah Yang Maha Bijaksana mempunyai tujuan dalam ciptaan-Nya. Dengan kata lain, oleh karena segala perkara, tujuan alam tidak dapat
diketahui. Dan dikarenakan alam adalah ciptaan Allah Swt. Pastilah dalam ciptaan-Nya pun mempunyai tujuan dan maksud. Namun perlu diketahui bahwa semua tujuan dan manfaat tersebut kembali pada manusia.
Dapat disimpulkan bahwa:
1.       Agama bersifat general (kulli), mendapatkan pembelaan akal secara langsung.
2.       Partikular agama secara langsung dan tanpa perantara tidak bisa dibuktikan melalui dalil akal, akan tetapi secara tidak langsung dan melalui perantara dengan menggunakan dalil akal.
3.       Tidak adanya pembelaan secara akal, tanpa perantara atas partikular
agama dikarenakan terbatasnya akal dalam perkara-perkara secara partikular.
4.       Setelah merasakan penyaksian kebenaran perkara-perkara partikular, mampu untuk diterangkan melalui dalil akal.
5.       Akal dalam menegakkan dalil untuk masalah-masalah particular sangatlah terbatas dan ukuran kebenaran atasnya tidaklah bisa dipertahankan.
Beberapa contoh tentang beberapa kemungkinan rasionalitas iman dan tidak mungkinnya rasionalitas iman:
1.       Jika yang dimaksud dengan iman di sini adalah perkara-perkara partikular, yang memiliki realitas di luar. Maka di sini akal tidak mampu menerima perkara partikular, dan keimanan tidak dapat diuraikan dengan dalil akal. Contohnya: wujud adanya surga, yang merupakan wujud realitas di luar, dengan dalil akal tidak dapat membuktikannya. Namun apabila surga dengan pemahaman general sebagai sebuah tempat pahala
yang akan diterima dari perbuatan baik atau sebagai bentuk luar (misdaq) dari perbuatan pahala perbuatan.
2.       Jika yang dimaksud dengan iman adalah hasil dari pengalaman spiritual atau sebuah pengalaman spiritual pribadi yang tertentu, maka dalil akal tidak dapat membuktikannya. Karena dengan pengalaman spiritual pribadi akan mengakibatkan berbagai macam interpretasi dari bentuk keimanan.

Deixe seu Comentário:

Posting Komentar

 
KILE' BLOG © Copyright | Template By Mundo Blogger |
Subir