Conheça também

0

Menjemput Adzab Allah

Rabu, 28 Desember 2011.

Sebut saja keluarga pak Wahid, keluarga yang bisa dikatakan terkaya di desanya, suami dengan seorang istri dan di karuniai tiga seorang putra dan seorang putri itu tercatat sebagai wiraswasta tersukses di bidangnya, seperti terus kejatuhan durian dari langit, alias untung seakan-akan keluarga yang satu ini tidak pernah mengenal kata “susah”
Tapi sayang, harta telah membutakan keluarga pak Wahid, jahatnya harta telah berhasil menyusup dalam kehidupan mereka. Pak Wahid terlalu sibuk mengejar karirnya baginya waktu adalah modal berharga yang tidak boleh hilang sia-sia, ia melupakan tugas utamanya sebagai kepala keluarga yang menjadi tauladan untuk istri dan anak-anaknya. Tak mengherankan jika bu Wahid tidak betah di rumah, waktunya habis hanya untuk nongkrong di gardu jalan, bahkan tak jarang pula ia seharian duduk disana bersama putrinya.
Ironis memang, tatkala  kenikmatan yang Allah persembahkan malah menjadi ujian. Apalagi jika kita kalah dalam menghadapinya. Seperti keluarga pak Wahid, jangankan untuk bersyukur mengingat Allah pun sudah tidak berlaku lagi. Perlahan namun pasti, kesibukan telah membuat mereka melupakan kewajibannya sebagai seorang yang harus mengerjakan sholat, puasa apalagi untuk berhaji, sudah banyak para tetangga sekitar yang mencoba menyadarkan. Tapi, Allah seperti telah menutup mata hati mereka.
Pancaran keberkahan juga seakan tercabut, carut-marut hidup mulai mereka rasakan. pak Wahid dan istrinya saling bertengkar hebat, anak-anak mereka sering membuat ulah, sering pulang pagi dengan bau alkhohol bahkan putra ketiga mereka dibekuk polisi karena terbukti “ngutil” di salah satu mall, tidak sampai disitu rupanya, di suatu pagi tersiar kabar bahwa pak Wahid dan putra sulungnya mengalami kecelakaan motor, sampai-sampai kakinya pak Wahid terpaksa harus di amputasi. Dan hanya dengan bermodal satu kaki karirnya perlahan-lahan mulai bangkrut apalagi dengan biaya chek up rutin yang harus ia lakukan, sedikit demi sedikit telah menghabiskan harta mereka.
Peringatan Allah rupanya tak sampai disitu saja, bu wahid difonis menginap diabetes, dan kampong kembali digegerkan dengan berita kematiannya duabulan setelah tragedy kecelakaan naas itu, bercermin dari kejadian itu apakah kita masih  mengagung-agungkan harta? Titipan Allah yang suatu saat pasti akan diambilnya kembali.
Artinya: barang siapa bersyukur kepadaku, niscaya aku akan tambah nikmatku kepadamu, dan barang siapa kufur, sesungguhnya adzabku sangat pedi

Deixe seu Comentário:

Posting Komentar

 
KILE' BLOG © Copyright | Template By Mundo Blogger |
Subir