Conheça também

0

HAK MENGASUH ANAK DALAM ISLAM

Minggu, 24 Juli 2011.

 Hak Anak Untuk Memilih Pengasuh “Pasca Perceraian”
Add caption
Pasca perceraian orang tuanya, seorang anak mempunyai hak untuk menentukan siapa yang berhak unuk mengasuh, mendidik, dan tinggal dengannya. Namun hak anak untuk memilih  juga harus sesuai dengan hukum-hukum syari’at: Pertama, Si anak sudah 'aqil (berakal) tidak cacat. Kedua, Apabila ia sudah berusia tujuh tahun, Ketika telah berusia tujuh tahun, berakal, maka ia berhak memutuskan pilihannya, dan kemudian tinggal bersama dengan orang pilihannya, ayah atau ibunya. Demikian ini keputusan yang telah diambil oleh Khalifah 'Umar dan 'Ali. Dasarnya ada seorang wanita yang mendatangi Rasulullah. Ia mengadu, "Suamiku ingin membawa pergi anakku," maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepada bocah itu, anaknya: "Wahai anak kecil. Ini adalah ayahmu, dan itu ibumu. Pilihlah siapa yang engkau inginkan!" Anak itu kemudian menggandeng tangan ibunya, dan kemudian mereka berdua berlalu. Ketiga, Ayah dan ibunya harus layak mendapatkan tanggung jawab mengasuh anaknya (ahlil hadhonah). Artinya, salah satu faktor yang menghalangi seseorang boleh pengasuh anaknya tidak boleh melekat padanya (khusus ibu atau ayah).
Pada hakekatnya hak asuh anak ada di pihak ibu dibanding dengan pihak-pihak yang lain, seperti ayah dll. “jika suami isteri mengalami perceraian dengan meninggalkan seorang anak (anak yang masih kecil atau anak cacat), maka ibunyalah yang paling berhak menerima hak hadhonah (mengasuh) daripada orang lain. Kami tidak mengetahui adanya seorang ulama yang berbeda pendapat dalam masalah ini”  (Al Imam Muwaffaquddin Ibnu Qudamah).
Mengapa ibu lebih berhak dari pada ayah???   Karna seorang ibu adalah orang yang paling terlihat sayang dan paling dekat dengannya. Tidak ada yang menyamai kedekatan dengan si anak selain bapaknya. Adapun tentang kasih-sayang, tidak ada seorang pun yang mempunyai tingkatan seperti ibunya. Suami (ayahnya) tidak boleh mencoba menanganinya sendiri, akan tetapi perlu menyerahkannya kepada ibunya (isterinya). Begitu pula ibu kandung sang isteri, ia lebih berhak dibandingkan isteri ayahnya (suaminya).
Dikarenakan pula ibu lebih baik daripada ayah si anak. Sebab, jalinan ikatan dengan si anak sangat kuat dan lebih mengetahui kebutuhan makanan bagi anak, cara menggendong, menidurkan dan mengasuh. Dia lebih pengalaman dan lebih sayang. Dalam konteks ini, ia lebih mampu, lebih tahu dan lebih tahan mental. Sehingga dialah orang yang mesti mengasuh seorang anak yang belum memasuki usia tamyiz berdasarkan syari'at.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, bahwasanya ada seorang wanita pernah mendatangi Rasulullah mengadukan masalahnya. Wanita itu berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ ابْنِي هَذَا كَانَ بَطْنِي لَهُ وِعَاءً وَثَدْيِي لَهُ سِقَاءً وَحِجْرِي لَهُ حِوَاءً وَإِنَّ أَبَاهُ طَلَّقَنِي وَأَرَادَ أَنْ يَنْتَزِعَهُ مِنِّي

"Wahai Rasulullah. Anakku ini dahulu, akulah yang mengandungnya. Akulah yang menyusui dan memangkunya. Dan sesungguhnya ayahnya telah menceraikan aku dan ingin mengambilnya dariku".
Mendengar pengaduan wanita itu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun menjawab:
أَنْتِ أَحَقُّ بِهِ مَا لَمْ تَنْكِحِي
“Engkau lebih berhak mengasuhnya selama engkau belum menikah".
Unsur-unsur Yang Dapat Menghalangi Hak Asuh Anak
Meskipun pengasuhan anak merupakan hak seorang ibu, namun terkadang ia tidak bisa mendapatkan hak pengasuhan ini. Ada beberapa faktor yang dapat menghalangi haknya. Di antaranya sebagai berikut.
Pertama, Ar-Riqqu. Maksudnya, orang yang bersangkutan berstatus sebagai budak, walaupun masih "tersisa sedikit". Karena hadhonah (mengasuh) merupakan salah satu jenis wilayah (tanggung jawab). Adapun seorang budak, ia tidak mempunyai hak wilayah. Karena ia akan disibukkan dengan pelayanan terhadap majikannya dan segala yang ia lakukan terbatasi hak tuannya.
Kedua. Orang Fasiq. Orang seperti ini, ia mengerjakan maksiat sehingga keluar dari ketaatan kepada Allah. Itu berarti, ia tidak bisa dipercaya mengemban tanggung jawab pengasuhan. Sehingga, hak asuh anak terlepas darinya. Keberadaan anak bersamanya -sedikit atau banyak- ia akan mendidik anak sesuai dengan kebiasaan buruknya. Ini dikhawatirkan akan berpengaruh negatif bagi anak, yang tentunya berdampak pada pendidikan anak.
Ketiga. Orang Kafir. Orang kafir tidak boleh diserahi hak mengasuh anak yang beragama Islam. Kondisinya lebih buruk dari orang fasik. Bahaya yang muncul darinya lebih besar. Tidak menutup kemungkinan, ia memperdaya si anak dan mengeluarkannya dari Islam melalui penanaman keyakinan agama kufurnya.
Keempat. Seorang Wanita Yang Telah Menikah Lagi Dengan Lelaki Lain.
Dalam masalah pengasuhan anak, ibulah yang lebih memiliki hak yang utama. Akan tetapi, hak ini, secara otomatis gugur, bila ia menikah lagi dengan laki-laki ajnabi (laki-laki lain). Maksudnya, lelaki yang bukan dari kalangan 'ashabah (pewaris) anak yang diasuhnya. Tetapi, jika sang ibu menikah dengan seorang laki-laki yang masih memiliki hubungan tali kekerabatan dengan si anak, maka hak asuh ibu tidak hilang.
Atau misalnya, seorang wanita yang telah diceraikan suaminya, dan kemudian ia menikah dengan lelaki lain (ajnabi), maka dalam keadaan seperti ini, ia tidak memperoleh hak asuh anak dari suaminya yang pertama. Dengan demikian hak pengasuhannya menjadi gugur, berdasarkan kandungan hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :

أَنْتِ أَحَقُّ بِهِ مَا لَمْ تَنْكِحِي
"Engkau lebih berhak mengasuhnya selama engkau belum menikah".
Demikian beberapa faktor yang dapat menghalangi seseorang tidak memperoleh hak asuh bagi anaknya. Apabila faktor-faktor penghalang ini lenyap, misalnya seorang budak telah merdeka seutuhnya, orang fasik itu bertaubat, orang kafir telah memeluk Islam, dan si ibu diceraikan kembali, maka orang-orang ini akan memperoleh haknya kembali untuk mengasuh anaknya.
Leia Mais...
0

KERAPAN SAPI MENURUT PERSPEKTIF FIQ'IH ISLAM

Minggu, 03 Juli 2011.
Sekilas Tentang Kerapan Sapi
Bagi masyarakat Madura, karapan sapi bukan sekadar sebuah pesta rakyat yang perayaannya digelar setiap tahun. Karapan sapi juga bukan hanya sebuah tradisi yang dilaksanakan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Karapan sapi adalah sebuah prestise kebanggaan yang akan mengangkat martabat di masyarakat.
Sejarah asal mula Kerapan Sapi tidak ada yang tahu persis, namun berdasarkan sumber lisan yang diwariskan secara turun temurun diketahui bahwa Kerapan Sapi pertama kali dipopulerkan oleh Pangeran Katandur yang berasal dari Pulau Sapudi, Sumenep pada abad 13. Awalnya ingin memanfaatkan tenaga sapi sebagai pengolah sawah. Brangkat dari ketekunan bagaimana cara membajak sapinya bekerja ,mengolah tanah persawahan, ternyata berhasil dan tanah tandus pun berubah menjadi tanah subur. Akhirnya tanah di seluruh Pulau Sapudi yang semula gersang, menjadi tanah subur yang bisa ditanami padi. Hasil panenpun berlimpah ruah dan jadilah daerah yang subur makmur.
Setelah masa panen tiba sebagai ungkapan kegembiraan atas hasil panen yang melimpah Pangeran Ketandur mempunyai inisiatif mengajak warga di desanya untuk mengadakan balapan sapi. Areal tanah sawah yang sudah dipanen dimanfaatkan untuk areal balapan sapi. Akhirnya tradisi balapan sapi gagasan Pangeran Ketandur itulah yang hingga kini terus berkembang dan dijaga kelestariannya. Hanya namanya diganti lebih populer dengan “Kerapan Sapi”.
Anatomi Kerapan Sapi
Pengertian kata “kerapan” adalah adu sapi memakai “kaleles”. Kaleles adalah sarana pelengkap untuk dinaiki sais/joki yang menurut istilah Madura disebut “tukang tongko”. Sapi-sapi yang akan dipacu dipertautkan dengan “pangonong” pada leher-lehernya sehingga menjadi pasangan yang satu. Orang Madura memberi perbedaan antara “kerapan sapi” dan “sapi kerap”. Kerapan sapi adalah sapi yang sedang adu pacu, dalam kaedaan bergerak, berlari dan dinamis. Sedang sapi kerap adalah sapi untuk kerapan baik satu maupun lebih. Ini untuk membedakan dengan sapi biasa.
Pada waktu akan dilombakan pemilik sapi kerap harus mempersiapkan tukang tongko (joki), “tukang tambeng” (bertugas menahan, membuka dan melepaskan rintangan untuk berpacu), “tukang gettak” (penggertak sapi agar sapi berlari cepat), “tukang gubra” (orang-orang yang menggertak sapi dengan bersorak sorai di tepi lapangan), “tukang ngeba tali” (pembawa tali kendali sapi dari start sampai finish), “tukang nyandak”(orang yang bertugas menghentikan lari sapi setelah sampai garis finish), “tukang tonja” (orang yang bertugas menuntun sapi).
Beberapa peralatan yang penting dalam kerapan sapi yaitu kaleles dan pangonong, “pangangguy dan rarenggan” (pakaian dan perhiasan), “rokong” (alat untuk mengejutkan sapi agar berlari cepat). Dalam kerapan sapi tidak ketinggalan adanya “saronen” (perangkat instrumen penggiring kerapan). Perangkatnya terdiri dari saronen, gendang, kenong, kempul, krecek dan gong.
Pesta Rakyat
Umumnya sebuah pesta rakyat, penyelenggaraan Kerapan Sapi juga sangat diminati oleh masyarakat Madura. Setiap kali penyelenggaraan Kerapan Sapi diperkirakan masyarakat yang hadir bisa mencapai 1000-1500 orang. Dalam pesta rakyat itu berabagai kalangan maupun masyarakat Madura berbaur menjadi satu dalam atmosfir sportifitas dan kegembiraan.
Sisi lain yang menarik penonton dari karapan sapi adalah kesempatan untuk memasang taruhan antarsesama penonton. Jumlah taruhannya pun bervariasi, mulai dari yang kelas seribu rupiahan sampai puluhan, bahkan ratusan juta rupiah. Biasanya penonton yang berdiri disepanjang arena taruhannya kecil, tidak sampai jutaan. Tetapi, para petaruh besar, sebagian besar duduk di podium atau hanya melihat dari tempat kejauhan. Transaksinya dilakukan di luar arena, dan biasanya berlangsung pada malam hari sebelum karapan sapi dimulai.
Seperti yang telah saya sampaikan di awal, bahwasannya kerapan sapi di adakan hanya untuk merayakan hasil panen yang dulunya hasilnya sedikit menjadi sangat melimpah. Dan di saat itu pula kerapan sapi hanya sebagai hiburan rakyat. Berbeda dengan zaman dulu, kerapan sapi pada saat sekarang bukan hanya sebagai perayaan atau hiburan semata, melainkan banyak unsur-unsur yang di larang oleh syari'at di lakukan pada kerapan sapi tersebut. Mulai dari penyiksaan terhadap hewan (sapi yang di adu) juga sebagai lahan perjudian.

Praktek Perjudian
Sekilas tentang fakta adanya perjudian : Kasat Reskrim Polres Pamekasan AKP Moh Nur Amin, mengatakan, dalam dua kali pelaksanaan festifal karapan sapi di wilayah Kabupaten Pamekasan, pihaknya selalu berhasil menangkap pelaku perjudian.
"Pada pelaksanaan karapan sapi tingkat kabupaten sebanyak satu kasus berhasil kami ungkap, sedangkan pada pelaksanaan karapan sapi tingkat Madura sebanyak dua kasus berhasil kami ungkap," katanya menjelaskan. Moh Nur Amin mengatakan, dari tiga kasus yang berhasil diungkap dalam pelaksanaan karapan sapi itu menunjukkan bahwa karapan sapi memang selalu diwarnai praktik perjudian yang dilakukan oleh oknum anggota masyarakat yang menonton kegiatan tersebut.
Apalagi, katanya, pada pelaksanaan karapan sapi tahun 2009, polisi juga berhasil menangkap pelaku perjudian. Ia menjelaskan, dari tiga kasus yang berhasil diungkap pada pelaksanaan karapan sapi di Pamekasan tersebut, sebanyak enam orang telah ditetapkan sebagai tersangka. "Semua tersangka itu saat ini kami tahan, dan tidak ada yang ditanggguhkan penahanannya," katanya menjelaskan.
Menurut Kasat Reskrim AKP Moh Nur Amin, taruhan yang dipasang pada pejudi dalam pelaksanaan karapan sapi itu sebenarnya kecil, yakni antara Rp25 ribu hingga Rp50 ribu. "Namun, walaupun kecil, karena itu termasuk pelanggaran dan barang buktinya memang ada, maka petugas tetap memproses mereka secara hukum," katanya menjelaskan.

Soal berjudi sudah banyak yang tahu, jika nilai-nilai sosial menabukan, normatif hukum mengatagorikan sebagai perbuatan melawan, dan ajaran agama mengharamkan.
Masyarakat umum menganggap tindak judi sebagai tingkah laku asusila, karena dampak buruk yang ditimbulkannya. Selain merugikan diri sendiri, berjudi juga merugikan keluarga, karena segenap harta kekayaan, bahkan kadangkala juga anak dan istri habis dipertaruhkan di meja judi. Juga, karena nafsu berjudi, orang berani menipu, mencuri, korupsi, merampok, dan membunuh orang lain untuk mendapatkan uang guna bermain judi. Itu sebabnya, banyak pakar mengatagorikan judi sebagai patologi sosial, dan bagi pelakunya dikatagorikan sebagai individu dengan perilaku menyimpang.
Praktik perjudian ini merupakan salah satu kegiatan negative bagi perkembangan tradisi itu sendiri dan masyarakat sekitarnya. Selain bersifat negative juga sangat bertentangan dengan hukum islam dan hukum fiqih islam sendiri. Banyak larangan-larangan berjudi (bertaruhan) yang di jelaskan dalam Al-Qur'an :
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar[136] dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir. QS. (2):219
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.QS. (5):90
QS. (5):91
  Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).

Praktek Penyiksaan Dalam Kerapan Sapi
Selain perjudian juga terdapat penyiksaan terhadap sapi kerap "sapi adu" oleh pemacunya. Agar laju sapi maksimal dan bahkan melebihi biasanya, pemacu mengunakan cara yang berbeda dengancara sebelumnya yang mana cara tersebut juga dilarang keras oleh agama. Pemacu memasang barang-barng panas seperti cabai pada qubul sapi kemudian melukainya dengan paku yang berukuran besar. Cara ini bukan hanya menyakitinya dan mendholiminya bahkan bisa membunuhnya. Dan seandainya dia mempunyai akal sama halnya manusia, niscaya dia akan melawan dan tidak akan mau diperlakukan seperti itu.
Kita tidak diperbolehkan menyiksa binatang dengan cara apa pun, membuatnya kelaparan, memukulinya, membebaninya dengan sesuatu yang ia tidak mampu, menyiksa atau membakarnnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,
"Seorang wanita masuk neraka karena seekor kucing yang ia kurung hingga mati. Maka dari itu ia masuk neraka gara-gara kucing tersebut disebabkan dia tidak memberinya makan dan tidak pula memberinya minum di saat mengurung nya, dan dia tidak membiarkannya (melepaskannya) supaya memakan serangga di bumi." (HR. al-Bukhari). Dan ketika beliau melewati sarang semut yang telah dibakar, beliau bersabda,
"Sesungguhnya tidak ada yang berhak menyiksa dengan api selain Rabb (Tuhan) pemilik api." (HR. Abu Dawud, hadits shahih). Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas r.a, ia berkata, Rasulullah saw. pernah melintas pada seseorang yang sedang meletakkan kakinya di atas badan hewan yang mau disembelih sementara ia sedang mengasah pisaunya dan hewan itu sendiri melihat apa yang dilakukan laki-laki itu. Lalu beliau bersabda, "Mengapa engkau tidak asah pisaumu sebelumnya. Apakah kamu hendak mematikannya dua kali?" (Shahih, HR al-Baihaqi). Dalam riwayat lain tercantum, "Apakah kamu akan mematikannya dua kali mengapa engkau tidak mengasah pisaumu terlebih dahulu sebelum kamu membaringkannya?" (Shahih, HR al-Hakim). Rasulullah besabda: Terhadap yang mempunyai hati yang basah terdapat pahala, (Diriwayatkan Ahmad dan Ibnu Majah). Siapa tidak menyayangi, ia tidak akan disayangi, (Muttafaq Alaih). Sayangilah siapa saja yang ada di bumi, niscaya kalian disayangi siapa saja yang ada di langit (Diriwayatkan Ath-Thabrani dan Al Hakim). Ketika Rasulullah melihat orang-orang menjadikan burung sebagai sasaran anak panah, beliau bersabda: Allah melaknat siapa saja yang menjadikan sesuatu yang bernyawa sebagai sasaran, (Diriwayatkan Abu Daud dengan sanad shahih). Rasulullah melarang menahan hewan untuk dibunuh dengan sabdanya: Barangsiapa yang menyakiti ini (burung) dengan anaknya; kembalikan anaknya padanya, (Diriwayatkan Muslim). Rasulullah bersabda seperti itu, karena melihat burung terbang mencari anak-anaknya yang diambil salah seorang sahabat dari sarangnya.
Al-Qur'an memang meletakkan hewan pada kedudukan yang lebih rendah dibandingkan dengan manusia dan mempunyai kecenderungan terhadap antropossentrisme. Walau begitu, al-Qur'an menyuruh setiap Muslim untuk memperlakukan hewan dengan rasa belas kasihan dan tidak menganiaya mereka. Hewan beserta makhluk lain dipercaya senantiasa memuji Tuhan, walau pujian ini tidak dinyatakan sebagaimana yang manusia perbuat.(e.g. lihat Qur'an 17:44).
Al-Qur'an secara khusus mengizinkan daging hewan untuk dimakan (lihat Qur'an 5:1). Walaupun sebagian para Sufi mengamalkan vegetarianisme, hingga kini, tidak ada pembicaraan serius mengenai kemungkinan tafsiran vegetarianisme.[  Hewan boleh dimakan dengan syarat ia disembelih sesuai syariat yang telah ditetapkan. Pengecualiannya adalah babi, bangkai, dan hewan yang tidak disembelih atas nama Allah. Selain itu, hewan darat karnivora dan burung bercakar juga dilarang dimakan. Hewan laut semuanya halal, namun Muslim Syi'ah hanya membenarkan hewan laut bersisik serta udang. Hewan dua alam bagaimanapun haram dimakan.
Namun apakah di perbolehkan membunuh hewan tertentu? Tentunya di perbolehkan asalkan sesuai dan sejalan dengan hokum islam. Apabila hewan tesebut membahayakan atau mengancam nyawa kita, itu di perbolehkan membunuhnya. Atau kita memerlukan dagingnya untuk di makan, namun harus dengan cara yang halal, yaitu di sembelih. Diperbolehkan membunuh hewan-hewan yang membahayakan, seperti anjingserigala, ular, kalajengking, tikus, dan lain sebagainya, karena dalil-dalil berikut: Sabda Rasulullah, Ada lima hewan membahayakan yang boleh dibunuh di tempat halal dan haram, yaitu ular, burung gagak yang berwarna belang-belang, tikus, anjing yang suka menggigit dan burung hudaya (rajawali).gagak dan melaknatnya. Diperintahkan pula untuk membunuh cicak dimanapun kita jumpai. Muhammad bersabda Barangsiapa yg membunuh cecak dg satu pukulan maka baginya 100 pahala, dan bila dg dua pukulan maka terus berkurang dan berkurang. Ummu Syarik berkata: Nabi telah menyuruh membunuh cecak. Muhammad memberinya julukan Fuwaisiqa yang berarti si kecil yang fasiq. penggigit, (Diriwayatkan Muslim). Diriwayatkan pula bahwa diperbolehkan membunuh

Leia Mais...
 
KILE' BLOG © Copyright | Template By Mundo Blogger |
Subir